Minggu, 12 Mei 2013

ULANG TAHUN PERKAWINAN KE 30



Tanggal yang sama tiga puluh tahun  sudah. Masih terngiang seolah begitu saja berlalu.  Di subuh cerah, rasa dingin menyentuh tubuh. Tiba di Bandara Soekarno. Laki laki itu bergegas  dengan sebuah ransel yang di dalamnya berisi baju dan sebuah map merah. Ransel dipundak, segera diturunkannya  sesampai di toilet Bandara.    

Sambil mempersiapkan shalat subuh, dengan air wudhu diusapkan keningnya agar lebih segar setelah perjalanan semalam  menggunakan bus. Kening berulang kali dibersihkan, rasanya masih ada sisa keringat bercampur bedak , bekas bedak hiasan pengantin yang baru dibersihkan kemarin siang  Laki laki itu adalah Saman yang baru saja menjadi pengantin yang dirayakan di Desa Sumber Air Cilacap.

“ Keren deh, muka berbedak putih, alis mata ditebalkan. Pakai beskap hitam berenda kuning emas, telinga dilingkari hiasan sehelai daun berwarna emas pula, bak rasa telinga Mr Spoke. Walaupun demikian tetap dijalani untuk mengikuti acara yang sakral itu. Yang tentunya tidak berharap untuk diulangi kembali.”

“ Rasanya keren berdampingan dengan pasangan yang sangat ia cintai. Duduk diatas pelaminan yang di buat dekorasi  seNyeni mungkin menurut Saman.  Latar belakang pelaminan dihiasi rangkaian janur sebagai aksen diatas dasar bludru warna hijau daun, di samping kiri kanannya  kain satin kuning ber lekuk lekuk seperti gordeng rumah. Berhamburkan semerbak aroma bunga melati.

“ Keren juga rasanya, ketika sang mertua menganjurkan sebagai mahar perkawinan sepuluh gram emas. Namun ketika mengucapkan akad nikah tak disebutkan, hanya menyatakan seperangkat alat sholat. Pikirnya emas apa dan mana sebagai mahar. Saman  tidak mengada ada. Satu bentuk penolakan ajuran mertua.”

“ Pokoknya keren abis…. Upacara pernikahan  dapat berlangsung dengan selamat dan atas rahmat Tuhan yang maha kuasa. Rencananya hanya mengundang tetangga dan kerabat dekat, ternyata tamu berdatangan sejak sehari sebelum acara berlangsung.  Suatu kebiasaan bersosialisasi penduduk sekitar  masih erat. Bila ada hajatan, tetangga dan kerabat memberikan atensi berupa uang, beras atau gula dan bahan lainnya yang dapat digunakan dalam acara hajatan.  Yang pasti mereka memberikan selamat dan doa kepada kedua mempelai. 

“Sangat keren . Terpaksa dan harus dilakukan, meninggalkan rumah hajat perkawinana karena esok harinya ia harus mengajukan makalah plan of action nya  Puskesmas yang ia pimpin. Berangkat naik bus sampai Bandara Cengkareng, kemudian naik pesawat. Dari bandara ke ibu kota kabupaten Lampung Tengah, Metro menggunakan oplet. Dari terminal oplet sampai gedung pertemuan naik becak. Beragam, Asyik.”

“ Setelah mempresentasikan didepan teman teman dokter sejawat lainnya, tepuk tangan menggema memenuhi  seluruh ruangan,  sebagai tanda selesainya pertanyaan yang telah diajukan oleh peserta. Namun tak seorangpun teman sejawat tahu bahwa Saman baru saja menikah. Kalau lah mereka tahu, pasti suara tepuk tangannya akan membelah ruangan yang ada.”

“ Uang lumsum seusai pertemuan yang diterima Saman, diperuntukkan mengundang makan bersama dengan Candra sahabat sesama teman sejawat. Menikmati sate kambing Pak Saleh. Hanyalah Candra yang tahu bahwa Saman baru saja menikah.  Dngan satu pertanya Candra pada Saman : Lha kamu ini kok ngga cerita ke teman lainnya waktu pertemuan.......“ 

Tiga puluh tahun sudah Saman melalui bahtera kehidupan. 

Segala cobaan, rintangan, rintangan kenikmatan, kegembiraan, ambisi dan rasa syukur dilalui dengan berjalannya waktu. 

Berjalannya waktu, Saman diberi kesempatan untuk meneruskan pendidikan spesialisasi. Jadilah ia seorang dokter Spesialis mata. Benar benar Saman sekolah atas biaya sendiri, pernah berangkat ke rumah sakit namun uang untuk bensin pas banget mepet. Sehingga dicoba menggunakan angkot. Tetapi ternyata biayanya lebih besar.

Diingatnya ketika mengikuti pendidikan spesialis, pemasukan terbatas. Maklum praktek sebagai dokter umum di kota besar yang baru dan harus sambil membesarkan ke dua anaknya.

Tak di duga oleh saman suatu hari sepatu Salamander yang berkwalitas tinggi dan kuat, karena sudah tiga tahun tiba tiba ujung sepatunya robek dan tak dapat digunakan. 
Terpaksa membeli sepatu yang terjangkau . Namun umurnya hanya dua hari. Bayangkan sepatu baru, baru dua hari. Tengah tengah visite besar di Rs Mata Cicendo ujung depan sepatu alas nya terbuka seperti buaya minta makan. Dasar kwalitas rendah!. 
Saman bergegas segera ke kamar opersi, untuk menemui perawat  Sarju. Biasanya perawat kamar operasi, sepatunya tidak dipakai. Walaupun agak longgar terpaksa dipakai agar dapat lanjut mengikuti visite. 

Bersyukur Saman dapat menyandang dokter Spesialis Mata yang ditempatkan di kota Bogor. Tadinya ditawarkan penempatan di Singaraja, namun keburu ada yang menempati. Berniat kembali ke kota Solo, namun dokter setempat tidak berkenan.

Dengan berbekal doa yang diucapkan sepanjang jalan sepanjang waktu untuk mendpatkan penempatan yang layak. Saman berusaha menghubungi pejabat Departemen Kesehatan agar penempatan di kota Bogor. 
Dengan kiat sok kenal sok deket. Yang tadinya tak kenal dengan Direktur Pelayanan Medis, tak kenal dengan Kepala Biro Kepegawaian, juga dengan Ketua Panitia Pempatan Dokter Spesialis masa itu, diterabas lanjut saran sarannya. Bahkan mendatangi Kepala Dinas Peternakan, yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya. Tetapi ini bahkan sangat menentukan.. Berjuang demi tujuan menentukan nasib. Hingga berhasil di tempatkan di Bogor.

Di kenangnya mertua Saman yang telah tiada.   
Saman mendengar dari cerita istri, bahwa mertua Saman dahulu tidak percaya bahwa calon mantunya seorang dokter, karena hanya memiliki uang sedikit untuk menikah. Namun hebat, anaknya meyakinkan ke orang tuanya bahwa dokter Puskesmas yang ditempatkan di daerah pertanian lada yang subur, namun saat itu sedang paceklik. Berimbas ke masyarakat tidak mampu untuk berobat. 

Dikenangnya waktu waktu yang diisi dengan gelak tawa, terbahak bernyanyi bersama. Walau diantara temannya,  Darta mengeluarkan suara sumbang. 

Diingat, Saman diajak sponsor mancing bersama di tambak, yang sebelumnya tak pernah dilakukan olehnya. Dasar bukan pemancing professional.  Sepoi sepoinya angin laut membuat Saman tertidur sambil memegang pancing, tahu tahu seekor ikan bandeng telah terkait diujung kailnya.  Walaupun hanya dapat dua ekor bandeng, tapi Saman merupakan top skorer diantara lainnya. Bahkan teman yang memasangkan perlengkapan pancing Saman, tak dapat seekorpun.  Namun untung pulang ke rumah masing masing membawa tiga kilogram ikan bandeng.  Sponsor yang beli.

Waktu yang memberikan  kesempatan beribadah ke tanah suci.  Ya Allah, Saman dapat bersujud di rumah Allah atas kehendakNya. Seseorang yang mengasihi dan memberikan atensi yang besar sehingga Saman dapat menyandang Haji.  Rasa terima kasih yang menjadi tanggung jawab terhadap yang kuasa untuk dapat beribadah lebih baik.

Waktu yang memberi  asa, harapan untuk mewujudkan sebuah Rumah Sakit untuk kaum tak mampu, belum terwujud. Namun niat Saman yang luhur kapankah dapat terwujud?.  Kenyataanlah yang ada. Saman masih diberikan kekuatan, kemampuan  memberikan pelayanan Bakti Sosial  bagi orang tak mampu.  Rasa tulus berterima kasih dari orang orang  yang ditolongnya,  dapat melihat dunia kembali setelah beberapa saat ke dua matanya membebani dirinya bahkan membebani orang lain. 

Dengan bangga, bersyukur  Bapak Harno dapat bekerja kembali sebagai tukang tembok, sehingga dapat memberikan nafkah bagi istri dan seoarang anaknya kembali , setelah  dua bulan tidak dapat melihat dengan kedua matanya.

Dengan bangga, bersyukur  Saman mendengar Ibu Teten dapat kembali rujuk dengan suami setelah melihat dunia kembali. Berkumpul bersama ke dua anak yang masih berumur lima dan tiga tahun.

Kalaulah dapat sampai akhir hayat, Saman tetap ingin membantu orang tak mampu seperti Harno Harno dan Teten Teten lainnya.

Biarlah waktu berjalan mengalir. Dalam dan dangkalnya sungai kehidupan harus dilalui, yang akhirnya akan bermuara dihadapanNya.

Terima kasih Tuhan yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Maha segalanya. Saman menundukkan kepala, bersujud agar dapat masih dapat bersyukur dengan apa yang telah dicapai Saman, di rumah mungil yang tenang,  dapat menikmati  Pizza American Favorit bersama istri dan kedua anak sambil menikmati pemandangan gemulai ikan ikan emas di kolam.

Bogor, 12 Mei  2013



vertex island

Tidak ada komentar: