Kamis, 14 November 2024

DIET MANULA DIABETES MELITUS DENGAN HbA1c 8

 Dengan target kalori 1.200 per hari untuk pria dengan diabetes, usia 73 tahun, dan HbA1c 8, berikut panduan pola makan dan komposisi yang lebih ketat, namun tetap memenuhi kebutuhan gizi. Pembatasan kalori ini berguna untuk mengontrol berat badan dan menjaga kadar gula darah stabil.

1. Pembagian Kalori Harian untuk 1.200 Kalori

Dengan target 1.200 kalori, berikut adalah pembagian kalori harian yang direkomendasikan:

  • Sarapan: 250 kalori
  • Makan siang: 350 kalori
  • Makan malam: 350 kalori
  • Camilan: 250 kalori (dibagi menjadi 1-2 camilan kecil di antara waktu makan)

2. Komposisi Gizi yang Disarankan

  • Karbohidrat (45-50%): Sekitar 135-150 gram per hari, dari sumber karbohidrat yang lambat diserap (indeks glikemik rendah).
  • Protein (20%): Sekitar 60 gram per hari, dari sumber protein rendah lemak.
  • Lemak sehat (30%): Sekitar 40 gram per hari, dari lemak sehat seperti alpukat, kacang-kacangan, atau minyak zaitun.

3. Contoh Menu Harian untuk 1.200 Kalori

Sarapan (250 kalori)

  • Oatmeal (1/3 cangkir) yang dimasak dengan air, ditambah sedikit potongan buah beri atau apel.
  • Telur rebus (1 butir) untuk tambahan protein.

Camilan Pagi (100 kalori)

  • Buah segar: Setengah buah apel atau jeruk, atau 1 kiwi.
  • Kacang almond: 5-7 butir, sebagai sumber lemak sehat.

Makan Siang (350 kalori)

  • Nasi merah (1/3 cangkir) atau quinoa dengan sayuran tumis (brokoli, wortel, dan bayam) tanpa banyak minyak.
  • Protein: Ayam panggang tanpa kulit (75-85 gram) atau tahu kukus sebagai alternatif vegetarian.
  • Salad hijau: Sayuran segar seperti selada, timun, dan tomat dengan perasan lemon.

Camilan Sore (100 kalori)

  • Yogurt tawar rendah lemak (sekitar 100 gram) dengan taburan chia seed atau flaxseed untuk tambahan serat.

Makan Malam (350 kalori)

  • Ikan panggang atau kukus (85 gram, seperti salmon atau tuna) dengan bumbu minimal.
  • Sayuran rebus: Porsi besar brokoli, bayam, atau asparagus.
  • Ubi rebus atau kentang kecil (setengah porsi, sekitar 50 gram) untuk tambahan karbohidrat kompleks.

Camilan Malam (50 kalori, opsional)

  • Teh herbal tanpa gula atau sayuran rebus kecil seperti wortel atau timun sebagai camilan rendah kalori.

4. Tips untuk Mengontrol Kadar Gula dengan Kalori Rendah

  • Pilih karbohidrat kompleks dan hindari gula sederhana untuk mencegah lonjakan gula darah. Karbohidrat dari sayuran berserat tinggi, oatmeal, dan nasi merah lebih lambat dicerna.
  • Perbanyak serat untuk membantu menjaga kenyang dan mengontrol gula darah. Usahakan konsumsi 25-30 gram serat per hari dari sayuran, buah, dan biji-bijian.
  • Jaga asupan protein di setiap makan: Protein membantu memperlambat pencernaan karbohidrat dan menjaga rasa kenyang.
  • Batasi asupan lemak jenuh dan ganti dengan lemak sehat, terutama dari kacang-kacangan dan minyak nabati yang mendukung kesehatan jantung.
  • Tetap terhidrasi dengan minum air putih yang cukup dan hindari minuman manis.

Dengan pola makan yang terencana dan pengaturan porsi kecil tetapi sering, Anda dapat menjaga gula darah tetap stabil sepanjang hari sambil tetap dalam batas kalori 1.200.


vertex island

Minggu, 13 Oktober 2024

PERBEDAAN GAMBARAN OCT PADA GLAUKOMA DAN NEUROPATI OPTIK

       Gambaran OCT pada glaukoma dan neuropati optik, berikut adalah deskripsi umum dari keduanya:

  1. OCT pada Glaukoma:
    • Penipisan RNFL terlihat jelas di area superior dan inferior. Pada tahap awal, penipisan sering lebih terlihat di salah satu kuadran terlebih dahulu, misalnya kuadran inferior-temporal.
    • Ketebalan RNFL di area nasal dan temporal mungkin relatif lebih terjaga, tetapi akan berkurang seiring perkembangan penyakit.
    • Tampak asimetri antara mata yang terpengaruh dan mata yang normal (jika unilateral).
  2. OCT pada Neuropati Optik (misal, neuropati optik iskemik):
    • Penipisan RNFL cenderung lebih menyebar (difus), dengan pengurangan ketebalan di hampir seluruh kuadran, tidak hanya pada superior atau inferior.
    • Pada kasus neuropati optik yang akut, mungkin ada fase edema diskus pada awalnya, diikuti dengan penipisan RNFL saat penyakit berlanjut.
    • Jika penyebabnya adalah inflamasi, seperti pada neuritis optik, penipisan RNFL dapat terjadi setelah fase akut inflamasi.



Pada bagian kiri, gambar menunjukkan penipisan RNFL yang khas pada glaukoma, dengan penurunan ketebalan terutama di kuadran superior dan inferior. Sedangkan pada bagian kanan, gambar memperlihatkan penipisan RNFL yang lebih menyebar pada neuropati optik, dengan pengurangan ketebalan di hampir semua kuadran..


vertex island

Sabtu, 05 Oktober 2024

THE CHOICE OF INTRAOCULAR LENS (IOL) TYPE FOR DISTANCE AND NEAR VISION CORRESCTION

The choice of intraocular lens (IOL) type for distance and near vision correction depends largely on the patient's visual needs, lifestyle, sensitivity to optical side effects, and expectations after cataract surgery. The following is a general order of choosing an IOL type based on its ability to correct distance and near vision, from the simplest to the most sophisticated.

1. Monofocal IOL (Standard)

  • Correction : Only for one distance (usually long distance).
  • Use of Glasses : Patients still need glasses for near and intermediate vision.
  • Indications :
    • Patients who are only concerned with good distance vision and do not mind using glasses for reading or near activities.
  • Profit :
    • Excellent visual quality for long distances.
    • Little or no optical side effects (halo/glare).
  • Loss :
    • Does not provide independence from glasses.
    • Does not improve intermediate or near vision.

2. Monofocal Plus or Enhanced IOL

  • Examples : TECNIS Eyhance, AcrySof IQ Vivity.
  • Correction : Corrects distance vision with slight improvement in intermediate vision.
  • Use of Glasses : Glasses are still needed for reading (near vision), but are not as intensive as standard monofocals.
  • Indications :
    • Patients who desire good quality distance vision as well as slight improvement in intermediate vision, without significant optical side effects.
  • Profit :
    • Intermediate vision is better than standard monofocals.
    • Minimal optical side effects (halo/glare).
  • Loss :
    • Near vision still requires glasses.
    • Does not provide total independence from glasses.

3. Accommodating IOL

  • Example : Crystalens (Bausch + Lomb).
  • Correction : Provides better distance and intermediate vision, and in some cases helps with near vision by a lens shifting mechanism that follows the movement of the eye muscles.
  • Use of Glasses : Glasses may still be needed for near-vision activities, such as reading small.
  • Indications :
    • Patients who want good vision for distance and intermediate vision, as well as flexibility in near vision without over-reliance on glasses.
  • Profit :
    • A natural transition between distance and intermediate vision.
    • Minimal optical side effects.
  • Loss :
    • Independence for near vision may be less than optimal.
    • Doesn't always provide good enough near vision.

4. EDOF (Extended Depth of Focus) IOL

  • Examples : TECNIS Symfony, AcrySof IQ Vivity.
  • Correction : Provides excellent distance vision with improvement in intermediate vision, as well as some near vision ability.
  • Use of Glasses : Glasses are usually still needed for very close viewing, such as reading small objects.
  • Indications :
    • Patients who need good intermediate vision, for example to work in front of a computer or use gadgets, but do not mind using glasses for intense reading activities.
  • Profit :
    • Smooth distance and intermediate vision without many optical side effects.
    • Minimal halo/glare side effects compared to trifocals.
  • Loss :
    • Near vision may be less than optimal, and glasses may be needed for near activities.
    • Not completely free from glasses.

5. Bifocal Multifocal IOL

  • Correction : Has two main focus points: distance and near vision.
  • Use of Glasses : Patients may need glasses for intermediate vision, such as working at a computer.
  • Indications :
    • Patients who want distance and near vision, but intermediate vision is not as important.
  • Profit :
    • Helps provide independence from glasses for distance and near vision.
  • Loss :
    • Intermediate vision is often less than optimal.
    • Optical side effects such as halos and glare are more common than with monofocal or EDOF IOLs.

6. Trifocal IOL

  • Examples : PanOptix (Alcon), AT LISA Tri (Zeiss).
  • Correction : Provides correction of distance, intermediate and near vision.
  • Use of Glasses : In most cases, patients do not need glasses for distance, intermediate, and near vision.
  • Indications :
    • Patients who desire maximum independence from glasses for all distances, and are prepared to accept possible optical side effects such as halos and glare.
  • Profit :
    • High independence of glasses for vision at all distances.
  • Loss :
    • More likely to cause optical side effects such as halos, glare, and decreased contrast in low light.
    • Requires longer visual adaptation.

7. Monovision IOL (Non-Special Lens Approach)

  • Correction : One eye is adjusted for distance vision, and the other eye for near vision.
  • Use of Glasses : Sometimes necessary for special tasks, especially for intermediate vision or when driving.
  • Indications :
    • Patients who are tolerant of monovision and wish to minimize dependence on glasses.
  • Profit :
    • A simple solution to overcome presbyopia without the need for multifocal lenses.
  • Loss :
    • Not all patients are comfortable with a monovision setting as there may be decreased depth perception.

Conclusion

The order of IOL selection for distance and near vision correction starts from standard monofocal lenses to more advanced lenses such as trifocals and EDOFs. This order is based on the ability to provide spectacle-free vision at various distances, as well as possible optical side effects . IOL selection should be tailored to the patient's visual needs and preferences, as well as a thorough evaluation by an ophthalmologist.


vertex island

Jumat, 04 Oktober 2024

Kasus Pseudotumor Mata: Ketika Harapan Muncul dari Lensa Kemanusiaan

 

Sedikit pengalaman sekitar pseudotumor mata atau disebut pseudotumor orbita di poliklinik mata. Begini ni ceritanya. Ini terjadi beberapa tahun yang lalu, mengingatkan saya pada beberapa minggu yang lalu ketika saya mendapatkan kasus yang sama.

Pada suatu hari yang cerah di Poliklinik Mata Rumah Sakit Ciawi Bogor, saya baru saja keluar dari kamar operasi. Ketika menuju poliklinik, saya melihat seorang pasien yang membuat hati saya bergetar. Matanya menonjol sebesar kepalan tangan bayi, melotot, dan terlihat menyeramkan. "Wah, pasien tumor yang sudah besar," pikir saya. Suasana poliklinik yang biasanya ramai terasa sepi; hanya ada petugas yang sedang membersihkan lantai ruangan.

Jam menunjukkan pukul 3 sore. Cuaca begitu cerah, namun saya merasakan ketidaknyamanan di leher dan badan setelah berjam-jam berfokus menggunakan mikroskop. Saya bergegas merapikan baju yang tampaknya tidak sepenuhnya rapi, tanda perut saya belum terisi dengan baik. Semakin siang, rasa lapar semakin mengganggu fokus saya.

Ketika saya masuk ke ruang poliklinik, pasien itu segera menurunkan kakinya yang sebelumnya diangkat ke kursi. Melihatnya, rasa kasihan muncul dalam hati saya. Ia telah menunggu lama, bahkan ketika pelayanan poliklinik sudah tutup.

Setelah mendapatkan informasi, saya mendengar kisahnya:

  • Ia berasal dari Cililitan, Jakarta, menempuh perjalanan jauh menggunakan bus menuju Sukabumi.
  • Penderita adalah seorang penjual buah kaki lima yang belakangan ini mengalami kesulitan jualan. Banyak pembeli yang merasa ketakutan melihat wajahnya yang menonjol dan mengerikan.
  • Keberuntungan menyertainya; kondektur bus membebaskan ongkosnya karena merasa iba melihat tumor mata yang sebesar itu.
  • Tumor itu awalnya kecil, namun seiring waktu semakin membesar. Rasa sakit mengganggu setiap harinya, dan pengobatan dengan tetes serta salep mata tidak memberikan perubahan. Ia pernah memeriksakan diri ke tiga rumah sakit terdekat, namun tak ada kemajuan. "Harus disitiseken," kata pasien, merujuk pada pemeriksaan CT scan yang biayanya di luar jangkauannya.

Setelah melakukan anamnesa dan pemeriksaan, saya menemukan penonjolan mata (exophthalmos), pembengkakan selaput mata (ekimosis), serta kesulitan menutup kelopak mata. Saya memberikan formulir untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnosa sementara adalah pseudotumor mata dengan kemungkinan keganasan sebagai diagnosa banding. Saya menulis resep dengan dosis tinggi dan berharap tumor tersebut hanya pseudotumor. Namun, pemeriksaan lebih lanjut seperti USG, CT scan, dan biopsi tidak mungkin dilakukan karena biaya yang tinggi.

Ketika pasien menanyakan harga obat, saya berkata bahwa saya tidak tahu pasti, tetapi karena saya memberikan obat generik, saya berharap harganya tidak mahal. Dengan polos, ia menjawab, "Saya tidak punya uang untuk membeli obat. Tadi datang ke rumah sakit menggunakan bus dan tidak membayar."

Saya meminta asisten untuk membelikan obat di apotik rumah sakit dan memberikannya kepada pasien. Tujuh  hari kemudian, ia kembali ke poliklinik dengan wajah lebih ceria. Tumor matanya tampak mengecil, kelopak matanya sudah dapat ditutup dengan mudah, dan rasa sakitnya pun menghilang. "Wah, senang sekali melihat perkembangannya," pikir saya, sambil menantikan kepastian diagnosanya.

Suatu hari, pasien itu datang kembali dengan matanya yang sudah terlihat normal, seperti mata sebelahnya. Ia terlihat penuh rasa syukur, hingga menawarkan lembaran uang yang dikeluarkannya dari saku celana. "Dok, ini untuk mengganti obat yang saya terima," katanya. Ia mengaku mendapatkan uang tersebut dari teman-teman seprofesinya sebagai penjual buah, berkat solidaritas di antara mereka. "Masih ada ya, solidaritas antar sesama profesi," hati saya berbisik.

Empat minggu setelah perawatan intensif, pasien pseudotumor mata itu datang kembali dengan senyuman. "Dok, ini saya bawakan mangga... Mangga manis ini!" ucapnya dengan ceria, mengingatkan saya akan kekuatan harapan dan kemanusiaan yang ada di balik setiap kasus medis.


vertex island




Rabu, 02 Oktober 2024

UNCONTROLLED EYE TWITCHING



Uncontrolled twitching. Facial spasms are a medical condition in which the muscles of the face contract involuntarily.

Symptoms can vary, but some common ones include:

  1. Muscle Twitches or Contractions : Small, repetitive twitches of the facial muscles, especially around the eyes or mouth.
  2. Facial Spasms : Stronger, cramp-like muscle contractions on one side of the face.
  3. Eyelid Twitching : Repetitive twitching of the eyelids that can cause the eyes to feel tired or tense.
  4. Difficulty Controlling Facial Expressions : Uncontrolled muscle contractions can make it difficult to control facial expressions.
  5. Discomfort or Pain : Some people may feel mild discomfort or pain in the area affected by the twitching or spasm.
  6. Vision Disturbances : If seizures occur around the eyes, they may temporarily interfere with vision.
  7. Muscle Stiffness or Weakness : In some cases, muscles that experience frequent spasms may feel stiff or weak.

If you or someone you know is experiencing these symptoms, it is advisable to consult a doctor for proper diagnosis and treatment.

 

Facial spasms can be caused by a variety of factors and conditions that affect the nerves or muscles of the face. Some of the main causes and associated disorders are:

1.       Facial Nerve Irritation or Compression : Facial spasms are often caused by irritation or compression of the facial nerve (the seventh cranial nerve), which controls the muscles of the face. This compression can be caused by blood vessels pressing on the nerve.

2.       Nerve Injury : Injury to the facial nerve due to trauma, surgery, or infection can cause facial spasms.

3.       Neurological Conditions : Conditions such as Bell's palsy, multiple sclerosis, or Parkinson's disease can cause twitching or spasms in the facial muscles.

4.       Stress and Fatigue : Emotional stress and physical fatigue can trigger or worsen facial muscle twitches.

5.       Consumption of Caffeine and Other Stimulants : Caffeine and other stimulants can cause increased nerve and muscle activity, which can trigger twitching.

6.       Use of Medications : Some medications, such as antipsychotics or medications for certain neurological conditions, can cause side effects such as facial muscle twitching.

7.       Electrolyte Disorders : Electrolyte imbalances in the body, such as magnesium or potassium deficiency, can affect muscle and nerve function, causing twitching.

8.      Eye Conditions : Conditions such as blepharospasm (twitching of the eyelid) are often associated with facial spasms and can be caused by eye irritation, bright light, or stress.

9 .      Brain Tumors or Lesions : In rare cases, tumors or lesions in the brain or brainstem can cause nerve compression and facial spasms.

 

Brain tumors or lesions that cause facial spasms are usually located in areas that affect the facial nerve. Here are some common locations:

1.       Brainstem : Tumors or lesions in the brainstem, particularly in the pons area, can affect the facial nerve pathways, causing symptoms of facial spasms.

2.       Posterior Fossa : This is the lower back of the skull that contains the cerebellum and brainstem. Tumors in this area, such as hemangioblastoma or schwannoma, can press on the facial nerve.

3.       Pontocerebellar Angle (Cerebellopontine Angle) : Tumors such as acoustic schwannoma (acoustic neuroma) are often found here and can affect the facial nerve as well as the auditory nerve.

4.       Facial Nerve : Tumors that grow directly along the path of the facial nerve, such as facial schwannoma, can cause facial spasms.

5.       Parotid Gland : Although less common, a tumor in the parotid gland (a large salivary gland located near the ear) can press on the facial nerve that passes through this gland.

It is important to note that not all facial spasms are caused by brain tumors or lesions. However, if a serious cause is suspected, the doctor will perform tests such as an MRI or CT scan to detect tumors or lesions in the brain.

Oral (oral) treatment of facial spasms can be effective depending on the underlying cause and severity of the condition. Some commonly used medications include:

1.       Muscle Relaxants : Medications such as diazepam or baclofen can help relieve muscle twitches by relaxing the affected muscles.

2.       Anticonvulsants : Drugs such as carbamazepine or gabapentin are often used to treat muscle twitches caused by nerve irritation.

3.       Anticholinergics : Drugs such as trihexyphenidyl can help reduce muscle twitching by inhibiting nerve activity.

4.       Anti-Anxiety Medications : Medications such as clonazepam can help reduce stress and anxiety, which can trigger or worsen facial spasms.

However, the effectiveness of oral medications varies between individuals and often provides only temporary symptom relief. Some patients may require additional or alternative treatment approaches, such as:

1.       Botulinum Toxin (Botox) Injections : This is one of the most effective treatments for facial spasms. Botox can paralyze the affected muscles, reducing or eliminating the twitching.

2.       Physical Therapy : Special exercises and physical therapy can help reduce muscle tension and improve muscle control.

3.       Surgical Intervention : In severe cases or when other treatments are ineffective, surgical procedures such as microvascular decompression may be performed to reduce pressure on the facial nerve.

4.       Stress Management : Relaxation techniques, yoga, or cognitive behavioral therapy can help manage stress and reduce the frequency of facial spasms.

It is important to consult a doctor to determine the specific cause of facial spasms and get the most appropriate treatment plan.

Thus we have explained the symptoms of incessant twitching.


vertex island

Bahaya Blue Light untuk Mata: Dampak, Pencegahan, dan Solusi!

 



Blue light is a type of light that has a relatively short wavelength, around 380 to 500 nanometers (nm). This part of the spectrum, especially around 415 to 455 nm, is considered the most harmful to human eyes. This blue light is commonly found in sunlight, digital screens (such as smartphones, computers, and televisions), LED lights, and fluorescent lights.

The Difference Between Blue Light and Regular Light

White or regular light is a mixture of different wavelengths of light that covers the entire color spectrum (from red to violet). Meanwhile, blue light is a part of the visible light spectrum that has higher energy compared to red or yellow light, because it has a shorter wavelength.

The Effect of Blue Light on the Eyes

Blue light can affect eye health because it has high energy and can penetrate the inner parts of the eye , such as the lens and retina. Here are some effects that can be caused by excessive exposure to blue light:

  1. Digital Eye Strain : Prolonged exposure to blue light, especially from digital screens, can cause eye fatigue (asthenosopia), which is characterized by dry, blurry, or strained eyes.
  2. Sleep Disturbances : Blue light interferes with the production of melatonin, a hormone that regulates sleep cycles. This can lead to difficulty falling asleep or disrupted sleep patterns if exposed to too much at night.
  3. Retinal Damage : Studies show that long-term exposure to blue light can cause damage to the retina , contributing to age-related macular degeneration , which can lead to blindness in some older adults.
  4. Other Eye Diseases : Long-term exposure to blue light is also thought to increase the risk of developing cataracts and damage to the conjunctiva and cornea , although this is still under further research.

Impact of Blue Light on the Eyes:

Conjunctiva : Although blue light does not directly affect the conjunctiva, 

  1. conjunctivitis (red eyes) due to dry eyes or irritation.
  2. Cornea : Blue light can cause dry eye disease due to decreased blinking frequency when using digital devices for long periods.
  3. Retina : The retina is one of the parts of the eye most affected by blue light. Long-term exposure to blue light can cause macular degeneration , a condition that damages central vision and can lead to blindness.
  4. Eye Nerve : There is concern that long-term exposure to blue light may cause oxidative stress to nerve cells in the retina, contributing to retinopathy and optic neuropathy .

Prevention  Impact of Blue Light on the Eyes :

  1. Use Anti-Blue Light Glasses : These glasses are designed to filter blue light from digital devices and prevent it from entering the eyes.
  2. Manage Digital Device Usage : Using the 20-20-20 rule (taking a break every 20 minutes and looking at an object 20 feet away for 20 seconds) can help prevent eyestrain.
  3. Reduce Screen Exposure at Night : Avoid using digital devices at least 1-2 hours before bed to reduce disruption to the sleep cycle.
  4. Using the Night Mode Feature : Many digital devices now have a night mode or blue light filter feature that reduces blue light emissions at night.
  5. Maintain Proper Distance and Lighting : Keep a safe distance between your eyes and the screen (around 50-70 cm), and make sure the room has sufficient lighting to reduce eye strain.

Therapy and Treatment Impact of Blue Light on the Eyes  :

  1. Cold or Hot Compress : To relieve strained or dry eyes, a cold or warm compress can help.
  2. Use of Eye Drops : Lubricating eye drops can help relieve dry eyes caused by prolonged use of digital devices.
  3. Eye Vitamins : Vitamin supplements containing lutein and zeaxanthin can help maintain retinal health.
  4. Consultation with an Eye Doctor : If serious symptoms such as prolonged blurred vision or eye pain occur, you should immediately consult an eye doctor for further evaluation and proper treatment.

Blue light exposure must be controlled wisely to maintain eye health, especially in the digital era like today.

Thus, the Dangers of Blue Light for the Eyes have been explained : Impact, Prevention, and Solutions.

 

Vertex Island


Minggu, 29 September 2024

"Optimalkan Penglihatan dengan Biometri: Panduan Pra-Operasi untuk Pasien Monovision"

Pemeriksaan biometri sebelum operasi katarak sangat penting untuk menentukan lensa intraokular (IOL) yang tepat, terutama pada pasien dengan okular monovision. Okular monovision adalah kondisi di mana satu mata digunakan untuk penglihatan jauh dan mata lainnya digunakan untuk penglihatan dekat, sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa memerlukan kacamata bifokal atau progresif. Namun, karena ketidakseimbangan ini, persepsi 3 dimensi (stereopsis) dan persepsi kedalaman dapat terganggu.

Untuk mencapai hasil penglihatan optimal dan meminimalkan masalah persepsi kedalaman, biometri memainkan peran penting. Biometri ini mengukur parameter mata, seperti panjang aksial dan kelengkungan kornea, untuk menghitung kekuatan lensa intraokular yang paling sesuai. Berikut adalah langkah-langkah penting dalam pemeriksaan biometri dan cara mengurangi masalah persepsi 3 dimensi pada pasien monovision.

1. Pemeriksaan Biometri untuk Menentukan IOL

Biometri melibatkan pengukuran panjang aksial mata dan kelengkungan kornea untuk menentukan kekuatan lensa intraokular yang diperlukan agar penglihatan optimal. Beberapa metode biometri yang umum digunakan termasuk:

a. Optical Biometry (IOLMaster, Lenstar)

  • Optical biometry adalah metode non-kontak dan sangat akurat untuk mengukur panjang aksial mata, kelengkungan kornea, dan kedalaman ruang anterior. Ini adalah pilihan pertama karena hasilnya lebih akurat dibandingkan ultrasonografi biometri.
  • Penting untuk pasien monovision: Optical biometry membantu menghitung kekuatan IOL dengan sangat tepat, yang penting untuk menyesuaikan fokus mata yang digunakan untuk jarak jauh atau dekat.

b. Ultrasonography Biometry (A-Scan)

  • Ultrasonografi biometri digunakan jika optical biometry tidak memungkinkan, misalnya jika ada kekeruhan kornea yang parah. Metode ini mengukur panjang aksial dengan menggunakan gelombang suara, tetapi akurasinya sedikit lebih rendah daripada optical biometry.

2. Kalkulasi IOL yang Tepat untuk Monovision

  • Menentukan mata dominan: Langkah pertama adalah menentukan mata dominan, karena ini adalah mata yang akan difokuskan untuk penglihatan jauh. Mata non-dominan biasanya akan difokuskan untuk penglihatan dekat. Penentuan mata dominan dapat dilakukan dengan tes mata dominan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
  • Kalkulasi berbeda untuk kedua mata: Setelah menentukan mata mana yang dominan, biometri digunakan untuk menghitung kekuatan IOL untuk setiap mata. Mata dominan akan diatur dengan fokus emmetropia (nol refraksi), sementara mata non-dominan akan diatur untuk miopia ringan (biasanya antara -1.0 hingga -1.5 dioptri) agar memungkinkan penglihatan dekat.

3. Menyeimbangkan Persepsi 3 Dimensi pada Monovision

  • Menjaga perbedaan dioptri minimal: Untuk mengurangi gangguan persepsi kedalaman dan masalah stereopsis, perbedaan kekuatan lensa antara kedua mata (anisometropia) harus tetap minimal. Biasanya, perbedaan sekitar -1.0 hingga -1.5 dioptri dianggap optimal untuk monovision, karena perbedaan yang lebih besar dapat menyebabkan ketidaknyamanan visual dan kesulitan adaptasi.
  • Hybrid Monovision (Modified Monovision): Dalam beberapa kasus, dokter dapat menggunakan hybrid monovision, di mana mata dominan difokuskan untuk jarak jauh dan mata non-dominan difokuskan untuk penglihatan menengah (sekitar -0.75 D). Ini bertujuan untuk meningkatkan persepsi kedalaman dan mengurangi gangguan 3D, sehingga pasien masih bisa melihat dengan baik pada jarak menengah tanpa banyak mengorbankan kemampuan 3D.

4. Menggunakan Lensa Intraokular Multifokal atau EDOF

  • IOL Multifokal: Pasien dengan pseudofakia monovision mungkin juga diuntungkan dari penggunaan lensa intraokular multifokal. Lensa ini memiliki beberapa zona fokus, memungkinkan penglihatan yang baik di jarak jauh, menengah, dan dekat, tanpa harus menggunakan monovision klasik.
  • Lensa EDOF (Extended Depth of Focus): Lensa EDOF adalah teknologi baru yang meningkatkan kedalaman fokus mata sehingga pasien dapat melihat dengan jelas pada berbagai jarak. Ini dapat menjadi alternatif yang baik untuk pasien monovision, karena membantu mengurangi ketidakseimbangan antara mata jauh dan dekat, serta menjaga persepsi kedalaman yang lebih baik.

5. Penyesuaian Lensa Kontak Pra-Operatif

  • Simulasi monovision: Sebelum operasi, dokter dapat merekomendasikan pasien untuk mencoba lensa kontak monovision sebagai simulasi bagaimana mereka akan beradaptasi dengan penglihatan monovision setelah operasi. Ini memberi pasien kesempatan untuk merasakan perbedaan antara penglihatan jauh dan dekat, dan mengevaluasi apakah mereka nyaman dengan pengaturan tersebut.
  • Jika pasien merasa tidak nyaman dengan monovision selama simulasi dengan lensa kontak, dokter dapat menyesuaikan rencana untuk menggunakan IOL multifokal atau EDOF sebagai solusi alternatif.

6. Pemeriksaan Astigmatisme

  • Pemeriksaan astigmatisme juga penting sebelum operasi. Jika ada astigmatisme yang signifikan (lebih dari 0,75 D), dokter dapat merekomendasikan IOL torik untuk mengoreksi astigmatisme dan memastikan bahwa penglihatan jauh dan dekat tetap tajam pada mata yang sudah dioperasi.
  • Koreksi astigmatisme ini penting untuk mempertahankan kualitas penglihatan terbaik pada mata yang dominan dan non-dominan.

7. Konsultasi dan Edukasi Pasien

  • Penting untuk mengedukasi pasien tentang potensi dampak dari monovision pada persepsi kedalaman dan penglihatan 3D. Meskipun monovision memungkinkan pasien melihat tanpa kacamata untuk jarak jauh dan dekat, beberapa pasien mungkin mengalami kesulitan dengan persepsi kedalaman, terutama dalam aktivitas yang membutuhkan penglihatan 3D seperti mengemudi atau olahraga.
  • Pasien perlu diberi informasi tentang adaptasi visual yang mungkin memerlukan waktu, serta kemungkinan penyesuaian pasca operasi jika penglihatan terasa tidak nyaman.

8. Evaluasi Pasca Operasi

  • Setelah operasi, evaluasi lanjutan penting untuk memantau apakah kekuatan IOL sesuai dengan yang diharapkan. Jika terjadi ketidaksesuaian atau masalah dalam persepsi 3D, dokter dapat merekomendasikan penggunaan kacamata korektif untuk aktivitas tertentu, seperti mengemudi atau membaca.
  • Dalam beberapa kasus, penyesuaian monovision mungkin diperlukan untuk mengurangi perbedaan antara kedua mata dan meningkatkan persepsi kedalaman.

Kesimpulan

Pemeriksaan biometri yang tepat sebelum operasi katarak pada pasien dengan okular monovision sangat penting untuk mencapai penglihatan optimal dan meminimalkan gangguan persepsi 3 dimensi. Dengan memilih lensa intraokular yang tepat, baik melalui kalkulasi IOL yang cermat, penggunaan teknologi lensa multifokal atau EDOF, serta penyesuaian pra-operatif seperti simulasi lensa kontak, pasien dapat mencapai keseimbangan antara penglihatan jauh dan dekat. Mengurangi perbedaan dioptri antara kedua mata juga membantu menjaga persepsi kedalaman yang lebih baik, meningkatkan kualitas hidup pasca operasi.